Jumat, 28 September 2012

Ketika Hidayah Menghampiri Kirana

Jilbab Rara berkibar-kibar kesana kemari diterpa angin pagi, dengan berlari-lari kecil Rara menyusuri jalan menuju ke sekolah karena khawatir pintu gerbang sudah ditutup Pak Basir satpam sekolah, Pak Basir terkenal disiplin waktu dan tidak bisa diajak kompromi.

“Wah gawat nih kalau sampai telat, jam pertama kan mau ada ulangan biologi” gumam Rara sambil terus mempercepat langkahnya. Hari ini Rara memang agak telat pergi ke sekolah karena hari ini adalah hari pertama Rara memakai jilbab, jadi masih belajar mengenakan jilbab, dan memakan waktu lama untuk berada di depan cermin.

Sampai di depan sekolah dilihat Pak Basir mau menutup pintu gerbangnya, spontan Rara teriak “paaaak jangan ditutup dulu ... hhhhh terimakasih... pak Basir baik deh”, sambil terengah-engah Rara mengucapkan terimakasih kepada Pak Basir, dan langsung menuju kelas. Tinggal Pak Basir bengong seperti sapi ompong, sambil bergumam “siapa ya tuh anak? wajahnya kok ga asing…”

Di depan kelas Rara mengucapkan salam, ”assalamualaikum...”, sontak teman-temannya menjawab sambil memandang ke pintu, “Waalaikummmmmsalaaam” serta mereka kaget ketika tau siapa yang mengucapkan salam.

Langsung meluncur berbagai komentar teman-temannya, ada yang takjub ada juga yang iseng, “eh ra rambut lo sekarang botak y” celetuk Radit dan langsung teriak pada Si Kojak Budi teman Rara yang memang botak “Bud, sekarang lo ga usah minder lagi, nih ada temanya sambil nunjuk Rara”, langsung bibir Rara jadi manyun. “Enak aja emang aku botak”, sahut Rara, “Ra lo semalam emang habis kemana, kesambet kali lo”, teriak Irwan dari bangku belakang. “Yahhhh ga  asik lagi nih kalau si Rara dah jadi ustadzah”, komentar Budi Kojak. “Ga ada lagi yang traktir gw makan bakso pak kumis, ga ada lagi ketawa lo yang renyah kaya peyeknya bu Romlah, sepi deh dunia”, lanjutnya sambil pasang muka merana. “Iya lo jadi aneh tau pake-pake kaya gitu”, cibir Bobi . “Ahhh si Rara paling Cuma cari sensasi doang, cari perhatian si Ridwan ketua osis kita yang ganteng ..”, sindir Melly dengan ketus. ”Bravo Rara, hebat lo bisa berubah kaya gitu”, komentar Rena.  Rara hanya tersenyum mendengar perkataan teman-temannya.

Namun ada suara yang sangat menyejukan hatinya dan menguatkan tekadnya untuk tidak goyah, komentar dari Ilma teman sebangkunya yang dulu dia anggap sebagai mahluk aneh dan tidak gaul. ”Sabar ya semua ini ujian, kamu jadi lebih cantik”. Tiba-tiba semua pembicaraan mengenai rara terhenti, bu Ria guru biologi datang dengan wajah datar seperti biasanya, dan bertanya “ada murid baru di kelas ini?”.  Matanya tertuju pada Rara. “Iya bu baru datang dari planet lain”, jawab Bobi dengan sinisnya. “Kamu Rara ya, wah ibu sampai tidak mengenali kamu, kamu tampak berbeda sekali. Ya sudah sekarang kita ulangan”, bu Ria menghentikan komentarnya. Kelaspun sepi yang terdengar hanya suara kertas ulangan yang dibagikan.

Kirana Adisti Putri, teman-temannya biasa memanggilnya Rara. Dia adalah anak pengusaha di kota Bandung, yang terkenal punya suara bagus dan ikut menjadi anggota band disekolah. Dia murid kelas XI SMU swasta terkenal di kota hujan ini, Rara cerdas,  cantik, nyaris sempurna, tapi terkenal sombong. Dia menyadari kelebihan pada dirinya, sehingga Rara sangat pemilih dalam bergaul.

Walaupun begitu Rara tidak membiarkan dirinya dipengaruhi perbuatan-perbuatan negatif teman-teman nongkrongnya, yang memang dari kalangan menengah keatas juga. Rara tidak merokok atau minum-minuman keras, dia hanya senang jalan, atau makan bareng teman-temannya, baginya kesibukan orang tuanya serta kurangnya perhatian orang tua tidak boleh jadi alasan seseorang menjadi salah langkah. Rara punya dasar pribadi yang positif, dia hanya salah memilih teman, sehingga tak ada yang bisa mengajak dia kepada perbuatan-perbuatan yang positif dan lebih bermanfaat.

Itulah yang dilihat Ridwan dari Rara. Ridwan adalah ketua OSIS SMU swasta dan juga anggota Rohis di tempat Rara sekolah, Ridwan memang sudah lama memperhatikannya, tapi dia enggan untuk mengenal Rara lebih dekat karena sikap Rara yang sombong. Sehingga Ridwan hanya bisa memperhatikan gadis itu dari jauh, walau Ridwan ingin sekali  mengajaknya  kepada hal yang lebih bermanfaat, serta menjauhkannya dari tindakan-tindakan berbahaya teman-temannya yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi. Terkadang Ridwan sendiri heran kenapa dia peduli pada Rara, “apakah ini yang dinamakan jatuh cinta?” gumam Ridwan pelan…

Ridwan terus berusaha mencari cara agar Rara bisa sedikit demi sedikit menjauhi teman-temannya. Salah satunya jalan adalah mengajak dia untuk bergabung di Rohis. “Tapi bagaimana?”, dalam benaknya bertanya. Tanpa sengaja matanya melihat undangan seminar “Mengenal Musik Islami Diantara Musik-Musik Modern”, dalam rangka acara pensi di sekolahnya. “Yah mudah-mudahan Rara mau menghadiri seminar itu”, harap Ridwan.

Ridwan tahu siapa yang bisa dimintai tolong untuk mengajak Rara menghadiri seminar tersebut. “Ilma teman sebangku rara semoga bisa aku mintai tolong mengajak Rara agar bisa hadir di acara seminar”, pikirnya.

Ridwan lalu menemui Ilma untuk menyampaikan maksud dan tujuannya mengajak Rara agar bisa hadir di acara seminar itu. Ilma hanya tersenyum penuh arti menanggapi niat Ridwan, dan menyanggupi untuk menyampaikan undangannya.

Ilma menemui Rara  ketika dilihatnya Rara sedang sendiri dibangku taman sekolah, “Assalamu’alaikum Ra, maaf nih ganggu”, kata Ilma memulai percakapan. “Waalaikumsalam, eh Ilma, ada apa?”, jawab Rara. “Ini Ra, rohis mau mengadakan seminar tentang musik Islami, dan aku mengundang kamu untuk hadir, karena aku tau kamu suka musik dan mungkin kamu tertarik untuk mengenal musik Islami”, lanjut Ilma dengan hati-hati. “Begitu aja Ra, dan aku senang kalau kamu bisa datang, assalamu’alaikum”. Ilma mengakhiri pembicaraan sambil tersenyum. “Waalaikumsallam”, jawab Rara.

Begitu tiba di dalam kamarnya, Rara langsung melempar tasnya, dan merebahkan badannya di atas tempat tidur berselimut kain biru langit. Undangan seminar masih dalam genggamannya. Dari sejak di mobil, undangan itu dibaca berulang-ulang, ada keinginan untuk hadir, tapi juga ada kekhawatiran dengan ejekan teman-temannya. “Aahh datang ga ya”, batin Rara. “Aku ingin datang... tapi nanti apa kata teman-teman”, gumamnya bingung.

Dalam kebimbangannya itu tiba-tiba terbersit  wajah Ilma, “dia teman yang baik, pasti ajakannya itu juga bermaksud baik, kenapa aku ga coba untuk datang?”, batin Rara dengan yakin. “Acaranya besok, aku pakai baju apa ya, aku kan ga punya baju panjang”, Rara kembali diliputi kebingungan. “Bagaimana besok aja”, kata Rara sambil beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.

Minggu pagi Rara sudah rapi, setelan celana jeans dengan kemeja lengan panjang warna coklat susu melekat di tubuhnya yang tinggi dan ramping. Bi Irah bingung melihat Rara yang sudah rapi, karena biasanya hari libur buat Rara itu hari bebas untuk bangun siang. “Bi ngapain bengong begitu, tar kemasukan laler”, ledek Rara. “Heran aja lihat neng Rara pagi-pagi sudah rapi, ga biasanya”, kata bi Irah sambil terus menyiapkan sarapan untuk Rara. “Hari ini aku ada acara di sekolah”, kata Rara menjawab kebingungan Bi Irah.

Sampai di sekolah, Rara langsung menuju masjid, dia tidak mau lama-lama di luar karena khawatir ada temannya yang melihat ikut acara seminar.  “Assalamualaikum Rara”, sapa Ilma ketika melihat Rara memasuki pekarangan masjid. “Waalaikumsalam”, jawab Rara sambil menyambut tangan Ilma untuk bersalaman. “Yuk masuk, acara sudah mau dimulai”, ajak Ilma.

Sampai di dalam masjid Rara langsung duduk dan tidak menghiraukan tatapan para peserta seminar yang memang mereka semua mengenakan jilbab, kecuali dirinya.  Rara duduk di samping akhwat yang cantik, kulitnya putih, senyumnya manis. Dia kagum karena perempuan secantik ini malah menutupi kecantikannya di balik jilbab warna biru muda. Padahal di luar sana banyak teman-temannya berlomba memamerkan kecantikan yang tidak seberapa dibanding perempuan di sebelahnya.

Acara dimulai, MC mulai membacakan susunan acara seminar. Rara seperti tidak asing ketika melihat siapa yang membawakan acara tersebut. “Diakan Ridwan ketua OSIS”, gumam Rara. “Jadi dia anggota rohis juga”, katanya dalam hati. Dan ketika lebih diperhatikan oleh Rara, “eh ternyata dia ganteng juga ya”, batinnya sambil senyum-senyum.

Seselesainya acara seminar, Rara langsung pulang. Di sepanjang perjalanan pulang Rara terus memikirkan tentang kegiatan yang diadakan Rohis tadi. Acaranya bagus, penyajianya menarik, dan anggota Rohis juga orang-orang yang kelihatan santun. “Aku ingin belajar agama seperti mereka, sepertinya pergaulan merekapun baik”, gumam Rara.

Rara sudah bertekad ingin memperbaiki diri dengan mendalami Islam, karena itu dia menyampaikan maksud hatinya kepada Ilma.

Esoknya di sekolah, Rara langsung menemui Ilma, dan Ilma memperkenalkan Ilma dengan Teh  Santi. Ternyata Teh Santi itu perempuan cantik yang duduk di sebelahnya waktu acara seminar kemarin. “Ra, ini Teh Santi yang akan jadi mentor kamu”, kata Ilma. “Aku Rara”, kata Rara sambil menjabat tangan Teh Santi. “Senang kamu mau bergabung di rohis dan saya lebih senang kamu mau memperdalam Islam”, jawab Teh Santi sambil tersenyum dengan manisnya.

Itulah awal dari semua perubahan ini, Rara merenungi perjalanannya mendapat hidayah dari Allah. “Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (Q.S. Al-Qasas:56).  Sekarang bagaimana mempertahankannya, karena kata Teh Santi mempertahankan lebih sulit dari pada memulai. “Orang tua aku merestui perubahanku, tapi bagaimana dengan teman-teman aku, apakah mereka akan jadi menjauhi aku?” kata Rara dalam hati.

“Aahh... hidupku sekarang lebih baik, hati aku lebih nyaman dan tenang, jadi buat apa aku memikirkan mereka, bahkan aku ingin mereka mengikuti jejak aku”, kata Rara dalam hati. “Dan sekarang bagaimana aku bisa mengajak mereka, semoga Allah memberikan juga petunjuk untuk teman-teman aku, aamiin”, dengan tulus Rara berdoa untuk teman-temannya.

Matahari sudah menampakan kegaranganya, semakin panas seperti membaranya semangat Rara untuk terus melangkah menuju hari-hari yang lebih baik dan dapat membawa manfaat. Dengan berjalan cepat Rara melangkah menuju mobil yang sudah menunggunya.

Di kejauhan nampak sepasang mata yang penuh harapan dan cinta terus memperhatikanya, “Ya Allah tolong jaga Rara untuk aku, titip cinta aku untuknya, jadikan dia jodoh aku, semoga dia adalah warna yang akan menghiasi hari-hariku” pelan Ridwan berdoa dan memohon kepada Sang khaliq yang Maha Tau isi hati hambanya...Dengan senyum penuh kebahagiaan, Ridwan pun melangkah meninggalkan halaman sekolah.

Jumat, 27 Juli 2012

Ruang Rindu Untuk Kuning

“Hei Rijal…ngapain ente buru-buru gitu, kaya dikejar jin asrama aja” teriak dzul yang emang demen banget dengan suaranya yang lantang, makanya dia suka ada di masjid sebelum waktunya, mau ngapain lagi kalau bukan pengen azan…

Dzul dan rijal itu mahasiswa disalah satu universitas swasta di Bogor dan mereka tinggal di asrama yang memang disediakan pihak universitas untuk mahasiswa yang tinggal jauh dari kampus, Dzul dan Rijal sama-sama dari Makasar ”ane mau ke masjid” teriak rijal sambil berlari kecil. “ke masjid? Bukannya sholat zuhur masih 2 jam lagi?” “eh dzul si Rijal kenapa lari-lari begitu?” kata Ahmad yang tiba-tiba nongol dipintu depan kamarnya, Ahmad juga penghuni asrama itu, mereka bertiga menempati kamar yang berbeda. “ga tau katanya sih mau kemasjid” kata dzul “tumben tuh anak datang kemasjid  awal banget, jangan-jangan pengen ngerasain azan” sahut Ahmad ga jelas karena mulutnya lagi nguyah permen karet. “emangnya azan itu makanan pake pengen dirasain” kata Dzul yang kemudian duduk di depan kamarnya sambil selonjoran kaki,

Ahmad Cuma senyum-senyum lalu mengikuti dzul duduk. Setelah agak lama mereka saling terdiam dengan pikirannya masing-masing, tiba-tiba Ahmad bangun dan mengajal Dzul untuk menyusul Rijal “daripada kita di sini bengong  ga karuan mending kita susul Rijal, siapa tau dia butuh bantuan kita”, lalu Dzul berdiri dan setelah menutup pintu mereka beranjak pergi ke Masjid.

Sampai di Masjid mereka melihat Rijal sedang kebingungan mencari-cari sesuatu di dalam masjid. “Hei jal ente cari apa?” kata Ahmad sambil menepuk bahunya Rijal, “lagi cari kalung kecil talinya warna kuning dan bandulnya warna hitam” sahut Rijal sambil matanya terus menyusuri ruangan masjid, “ooo yang selalu ente gantung di tas itu?” timpal Dzul yang kemudian ikut serta melakukan pencarian. “emang bagaimana ceritanya sampai bisa lepas?”kata Dzul lagi, “ane sempat lepas tadi waktu sebelum berangkat kuliah, mungkin ane kurang pas mengaitkannya lagi” jawab Rijal sambil duduk bersandar didinding masjid yang dingin terkena hembusan ac, ya.. masjid kampus sudah dipasangi ac sejak beberapa minggu lalu, membuat jamaah makin betah untuk berlama-lama di masjid, sampai ada yang ketiduran dan  telat masuk kelas.

“Kita duduk di teras masjid aja yuk”, ajak Ahmad sambil beranjak pergi menuju teras. Kemudian diikuti oleh Dzul dan Rijal. “berharga banget ya tuh kalung buat ente?”. Tanya Ahmad setelah mereka duduk diteras, “iya begitulah”, jawab Rijal pelan, “Karena kalung itu adalah kalungnya kucing ane sikuning lanjut Rijal masih dalam suara yang pelan, sesudah menghela nafas Rijal melanjutkan ceritanya. “Sikuning ditemukan di depan rumah, waktu itu dia masih kecil dan sangat kotor, kelihatannya juga lapar banget, yah.. sejak itu sikuning tinggal di rumah, dia kucing yang patuh tapi manja, Huriah sangat menyayangi sikuning”.

“Siapa yang memberi nama kucing itu dengan nama sikuning?”, tanya Dzul. “Yang memberi nama kucing itu Huriah, karena dia suka banget dengan warna kuning, makanya ane juga suka panggil Huriah dengan panggilan Yellow dan kalung itu Huriah yang beli dari hasil celengannya”, jawab Rijal. “Terus kenapa tuh kalung sekarang ada di ente?” Tanya Ahmad ga sabar, dia ingin segera tau kenapa sih hanya gara-gara kalung Rijal bisa sesedih itu.

“Yah sayangnya sikuning ga lama hidupnya, dia hanya 2 bulan bersama kami, karena waktu sikuning sedang bermain diluar, dia tertabrak motor dan mati, begitulah makanya kemudian kalung itu ane simpan sebagai kenang-kenangan, Huriah ga mau menyimpannya, bikin sedih katanya, ane rindu", kata Rijal sedih… ”Subhanallah ente rindu sama siapa, sama kucing atau sama adik ente?”, celetuk Ahmad sambil mesem-mesem ngeliat kawannya yang ternyata  perasa juga…. ”ane rindu dengan keduanya, dua kuning yang membuat hati ane terhibur” jawab Rijal.

Assalamualaikum…. tiba-tiba terdengar suara lembut seorang akhwat yang membuat ketiganya tersentak kaget karena mereka lagi pada bengong, entah sedang memikirkan siapa, memikirkan sikuning, Yellow alias Huriah atau nasib kalungnya Rijal.” Waalaikumsalam..”kompak mereka menjawab salam dan melihat sosok  akhwat  cantik  berjilbab kuning yang sudah ada dihadapan mereka, “ehem..ehem” tiba-tiba terdengar suara deheman seseorang dari belakang mereka, ternyata sichitoz teman satu jurusan di PAI tapi chitoz ga tinggal di asrama  “akhwat ini namanya Tias”, kata chitoz “ dia menemukan kalung dengan tali berwarna kuning, itu milik ente kan jal?”kata chitoz sambil memperhatikan Dzul, Rijal dan Ahmad yang masih terus memandangi Tias,  dia geleng-geleng kepala lihat kelakuan ketiga temannya dan menegur “udah ngeliatnya tar bisa-bisa  ngeces  deh”.

Langsung Dzul, Rijal dan Ahmad menundukan kepala sambil senyum-senyum malu. “ini kalungnya, tadi ana temukan di halaman masjid, waktu ana tanyakan, katanya ini milik akhi” kata Tias menjelaskan yang kemudian memberikan kalung itu kepada Rijal, dan kemudian langsung beranjak pergi sambil mengucapkan salam. Setelah menerima kalung itu Rijal menggenggam kalungnya sambil tersenyum sendiri, “hei Jal masih ada sisa ruang rindu ga?” Tanya Dzul ngeledek “maksudnya?” Tanya Rijal lagi “masih ada satu kuning lagi tuh yang ente bakalan rindu” ledek Dzul lagi, Rijal hanya tersenyum-senyum penuh arti dan hanya mengucapkan Wallahualam…….lalu ketiganya tertawa dan langsung pergi ketempat wudhu karena azan zuhur sudah berkumandang…..

Senin, 23 Juli 2012

Antara Kalimantan Dan Jakarta


Ahhh…Perjalanan yang bikin stress dan memakan waktu 6 jam berakhir  juga  dengan selamat, aku bernapas legaaa banget. Alhamdulillahnya ga sampai mabok darat,  coba bayangin aja gimana ga mabok , aku naik mobil kaya naik perahu,  goyang-goyang,  isi perut aku tu diaduk-aduk kaya adonan kue yang dikocok pake mixer.. parah banget tuh mobil distel lagu dangdutan mulu sih jadi deh mobilnya pengen goyang, untung bukan lagunya inul yang distel, bisa-bisa  tuh mobil bakalan goyang ngebor.

perjalanan yang  ga bakalan aku lupain ,  Perjalanan panjang menuju bandara Syamsudin Noor Banjarmasin untuk kembali ke Jakarta setelah 10 hari mengisi liburan sekolah. Aku Hanifah siswi kelas 3 SMU swasta di Jakarta. Di Kalimantan aku berkunjung ke rumah kakak yang letaknya di desa tanah bumbu kecamatan angsana, daerah yang dikelilingi perkebunan karet, sawit dan pertambangan batu bara, kakak iparku bekerja di salah satu perusahaan tambang batu bara di daerah itu.

Jam 14.30 Sampai bandara aku langsung chek in trus cari mushola, sholat zuhur.digabung sama sholat asar,  sholatnya sedikit ngebut, karena pesawat berangkat jam 14.50, tapi tetep sholatnya khusu, itukan yg diajarin sama guru agama aku, "kalau sholat ntu yang khusu biar diterima sama Allah" begitu kata beliau.

 Selesai sholat aku lari-lari ke ruang tunggu dan langsung aku duduk di bangku yang berjejer, kebetulan ada beberapa yang masih kosong, "ahhh..cape banget" kata aku sambil duduk tanpa tengok-tengok.

Eh pas aku nengok kesebelah kanan, ternyata ada cowok ganteng duduk di sebelah aku, "wah ada pemandangan indah nih", kataku dalam hati,  langsung deh cape aku hilang entah kabur kemana, aku nengok lagi eh dia senyum sama aku, waduh manis banget tuh senyumnya, manteep….aku bales lagi dong senyumnya, mubazir kalau ga dibales. 

Emang kalau rejeki ga kemana, dia nanya aku, “kamu mau kemana?”iiih suaranya boo macho banget,  ga pake lama aku langsung jawab ke Jakarta,”pesawat apa”? Katanya lagi, Garuda kataku, aku lihat dia manggut-manggut dan dengan suara pelan dia bilang “sama”, lalu aku tanya dia “kamu sendiri mau kemana”? “ke Jakarta juga” katanya,  wah asyik nih kalau aku di pesawat ditemenin sama cowo ganteng, tapi duduknya bareng aku ga ya? Lagi mikir kaya gitu, dia tanya “seatnya nomor berapa?” tanpa pikir panjang aku lansung lihat tiket 23C, sebelah aku dong katanya sambil tersenyum , aku seat 23B. aku langsung senyum lebar, seneeeeng banget jodoh kali ya..

Aku perhatikan lagi wajahnya….wajah oriental, tapi ga terlalu sipit, kulitnya putih, pake kacamata, potongan rambutnya yang pendek menambah kegantengannya… Kalau mataku ada gambarnya pasti bergambar hati seperti di film2 kartun. OMG!!lagi asik-asiknya aku ngeliatin wajahnya, dia nengok, aku cengar cengir kuda, maluu deh. Dia Cuma senyum..trus bilang tuh dah ada panggilan pesawat garuda yang menuju Jakarta. aku langsung siap2 dan jalan disampingnya. Emang tuh cowo baik banget, tas aku yang beratnya naujubillah, dibawain ck.ck.ck ni cowo makan apa sih bisa kuat dan  ganteng kaya gini. Ya Allah terimakasih sudah memberikan hari yang indah untukku, mungkin ini pengganti kesengsaraan perjalananku menuju bandara.

Di pesawat kita ngobrol banyak, ternyata dia ke Kalimantan mengunjungi neneknya di kota baru, karena neneknya tinggal sendiri, jadi dia atau orang tuanya sering datang menengok. Di Jakarta dia bekerja disalah satu bank swasta terkenal. Sempurna banget nih cowo, dah ganteng punya pekerjaan yang keren…kalau aku jadi pacarnya….pasti temen-temen aku pada ngiriii..kebayang deh tampang temen-temen aku yang bakalan cemburu.terutama si centil Lisa, pasti deh dia ngomong “kok bisa sih kamu dapet cowo ganteng, kenalin dong”. Ga nyadar aku senyam senyum sendiri, sampai si ganteng negur aku “kok senyum-senyum ada apa”? eh ga apa2, aku gugup ketangkep basah lagi kaya orgil gitu, langsung aja aku alihkan dengan pertanyaan seputar tempat yang dia kunjungin di Kalimantan. 

Aku juga cerita tentang keponakanku yang lucu-lucu dan kakak aku yang cantik, ga terasa  pesawat sudah mau mendarat dan aku  baru sadar kalau aku tuh belum tau namanya….."ya ampuuun dodol banget sih aku,hal penting kaya gitu bisa lupa", rungut aku kesal.  Mau nanya aku malu, dan juga kita dah sibuk sama barang bawaan masing-masing. 

Sepanjang jalan menuju pintu keluar kita masih sempet ngobrol sih, tapi dah ga tepat lagi momentnya kalau kenalan…sampai kita naik mobil tujuan masing-masing pertanyaan tentang namanya masih tertinggal di tenggorokan  yang mulai kering, jadi aku ga pernah tau tuh nama cowo keren yang bikin aku terpesona…..dasar nasib…

Senandung Cinta Lisa Untuk Hendra


Senja yang temaram bak pendamping setia bagi hati yang sendu milik lisa yang menanti seseorang yang ingin dikenalnya lebih dekat, seseorang yang selama ini dikenalnya lewat dunia maya, dunia yang kata orang penuh dengan kamuflase.

 penantian panjang akhirnya sampai pada ujungnya , tiba saat yang dinantikan bertemu seorang pria yang serasa dekat dan terus melekat dihatinya . Pertemuan pertama yang membuat Lisa gelisah, resah karena menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya, seperti apakah dia, bagaimana karakternya, ah……waktu terasa lambat…lisa menarik napas panjang. Sambil bersandar didinding yang diam membisu 

Hendra lelaki yang dinantikanya tiba dihadapanya, tinggi, atletis, dengan senyum yang cukup manis…inikah Hendra yang sebenarnya..gumam lisa, hatinya terus menerus bergetar tak menentu.  Hendra seorang pria yang ramah, menarik. Walaupun kami baru bertemu Hendra tanpa ragu menceritakan tentang dirinya, kekasihnya dan selingkuhannya , kekasihku berhenti sekolah dan tidak menyelesaikan SMU, dia memulai ceritanya….. sedang aku seorang sarjana yang tidak lama lagi akan punya jabatan. Aku tidak merasakan kenyamanan ketika berkomunikasi dengannya, tapi aku sayang sama dia…..akhirnya aku kenal seorang wanita yang menurutku pantas mendampingiku, dia cantik, terpelajar…begitu semangat Hendra menceritakan sosok selingkuhanya, tanpa beban….tanpa ragu, padahal mereka baru bertemu…………

.Lisa hanya tersenyum dan sesekali Lisa sedikit memberikan komentar pada  cerita Hendra.  Pada hari itu Hendra lebih banyak bercerita….Lisa hanya menjadi pendengar dan komentator.  Sebenarnya Lisa ingin berbagi cerita, tapi sepertinya tidak ada kesempatan yang pas untuk memulai. Hari ini biarlah Hendra menumpahkan segala isi hatinya, mungkin dia memang butuh seorang teman untuk berbagi cerita

Senja beranjak malam………..Lisa dan Hendra  terus berbincang-bincang sambil berjalan pulang…... Ketika sampai di terminal Hendra pamit untuk pulang lebih dahulu, "maaf ya, aku pulang lebih dahulu karena esok harinya ada kegiatan yang harus aku lakukan pagi-pagi sekali, dan malam ini teman-teman aku akan datang untuk persiapan besok". Hendra langsung beranjak pergi.

Dalam perjalanan panjangnya menuju rumah lisa dapat lebih banyak merenungi hatinya yang entah kenapa seperti ada rasa kehilangan ketika mereka berpisah tadi. Hendra, apapun yang kamu lakukan, apapun yang terjadi sama kamu, aku tetap sayang sama kamu…aku tau aku tidak bisa memiliki kamu, memiliki hati kamu, kita juga tidak akan bisa bersatu. cinta dan sayang dapat diberikan dalam bentuk persahabatan…cinta tidak harus memiliki, cinta tulus itu ada didalam hati .Lisa terus merenungi apa yang telah terjadi hari ini, berat tapi menyenangkan….

Waktu bergulir dan terus bergulir, mereka tidak pernah bertemu lagi, namun Lisa tak pernah berhenti untuk memikirkan Hendra, hanya dia yang ada dalam pikiran dan hatinya. Kebimbangan terus menggelayuti, cinta membuatnya sakit dan semakin sakit, " apakah yang harus aku lakukan "? ucap Lisa lirih, air mata mulai menggenangi dan siap membasahi pipi Lisa..Allah sudah memberikan cinta dihati Lisa…tapi mengapa cintanya tertambat untuk laki-laki yang tidak mencintainya…..mengapa?? Air mata lisa akhirnya mengalir mengiringi senandung cintanya untuk hendra…